Dari Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khattab radiAllahu’anhu) dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wassalam bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh kerana itu, barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah kerana (untuk mendapatkan) dunia atau kerana wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’”
(Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusairi An-Naisaburi di dalam kedua kitab mereka yang merupakan kitab paling shahih diantara kitab-kitab hadits)
Kedudukan Hadits
Pengukuhan hadits pertama ini merupakan pokok agama. Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Ada Tiga hadits yang merupakan pokok agama, yaitu hadits Úmar, hadits Aísyah, dan hadits Nu’man bin Basyir.” Perkataan Imam Ahmad rahimahullah tersebut dapat dijelaskan bahawa perbuatan seorang mukallaf bertumpu pada melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Inilah halal dan haram. Dan diantara halal dan haram tersebut ada yang musytabihat (hadits Nu’man bin Basyir). Untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan memerlukan niat yang benar (hadits Úmar), dan harus sesuai dengan tuntunan syariát (hadits Aísyah).
Setiap Amal Tergantung Niatnya
Diterima atau tidaknya dan sah atau tidaknya suatu amal tergantung pada niatnya. Demikian juga setiap orang berhak mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya dalam beramal. Dan yang dimaksud dengan amal disini adalah semua yang berasal dari seorang hamba baik berupa perkataan, perbuatan mahupun keyakinan hati.
Fungsi Niat
Niat memiliki 2 fungsi:
1. Jika niat berkaitan dengan sasaran suatu amal (ma’bud), maka niat tersebut berfungsi untuk membezakan antara amal ibadah dengan amal kebiasaan.
2. Jika niat berkaitan dengan amal itu sendiri (ibadah), maka niat tersebut berfungsi untuk membezakan antara satu amal ibadah dengan amal ibadah yang lainnya.
Pengaruh Niat yang Salah Terhadap Amal Ibadah
Jika para ulama memperkatakan tentang niat, maka mencakupi 2 perkara:
1. Niat sebagai syarat sahnya ibadah, yaitu istilah niat yang dipakai oleh fuqaha’.
2. Niat sebagai syarat diterimanya ibadah, dengan istilah lain: Ikhlas.
Niat pada pengertian yang ke-2 ini, jika niat tersebut salah (tidak Ikhlas) maka akan berpengaruh terhadap diterimanya suatu amalan, dengan perincian sebagai berikut:
a. Jika niatnya salah sejak awal, maka ibadah tersebut terbatal.
b. Jika kesalahan niat terjadi di tengah-tengah amalan, maka ada 2 keadaan:
- Jika ia menghapus niat yang awal maka seluruh amalannya terbatal.
- Jika ia memperbaiki amalnya dengan tidak menghilangkan niat yang awal, maka amalan tambahannya batal.
c. Berlapang dada bila dipuji setelah amalan selesai, maka tidak membatalkan amal.
Beribadah dengan Tujuan Dunia
Pada dasarnya amal ibadah hanya diniatkan untuk meraih kenikmatan akhirat. Namun terkadang diperbolehkan beramal dengan niat untuk tujuan dunia disamping berniat untuk tujuan akhirat, dengan syarat apabila syariát menyebutkan adanya pahala dunia bagi amalan tersebut. Amal yang tidak tercampur niat untuk mendapatkan dunia memiliki pahala yang lebih sempurna dibandingkan dengan amal yang disertai niat duniawi.
Hijrah
Makna hijrah secara syariát adalah meninggalkan sesuatu demi Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah bermakna mencari sesuatu yang ada disisi-Nya, dan demi Rasul-Nya bermakna ittiba’ dan berlapang dada terhadap tuntunan Rasul-Nya.
Bentuk-bentuk Hijrah:
1. Meninggalkan negeri syirik menuju negeri tauhid.
2. meninggalkan negeri bidáh menuju negeri sunnah.
3. Meninggalkan negeri penuh maksiat menuju negeri yang kurang kemaksiatannya.
Ketiga bentuk hijrah tersebut adalah pengaruh dari makna hijrah.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan